Kamis, 16 Juni 2011

Sistem Sanksi Dalam Islam

Sistem Sanksi (Nizham Al-‘Uqubat)

Pembahasan ini merujuk pada sebuah karya Syaikh Abdurrahman Al-Maliki dan Syaikh Ahmad Ad-Da’ur  rahimahullah yang berjudul “Nizham al-’Uqubat wa Ahkam Al-Bayyinat“. Buku terjemahnya berjudul “Sistem Sanksi dan Hukum Pembuktian dalam Islam”.
Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur seluruh aspek kehidupan, dari yang paling kecil sedikitpun sampai yang paling besar, termasuk dalam sistem sanksi (‘uqubat). Dalam Islam, sanksi dijatuhkan kepada orang yang berdosa tanpa membeda-bedakan apakah orang itu pejabat, rakyat, orang kaya atau miskin, juga apakah ia laki-laki atau perempuan.
Ada beberapa fungsi sanksi dalam Islam, yaitu :
1.        Sebagai Upaya Pencegahan (Zawajir)
Sistem sanksi dalam Islam dijatuhkan di dunia bagi si pendosa. Hal ini akan mengakibatkan gugurnya siksa di akhirat. Itulah alasan mengapa sanksi dalam Islam berfungsi sebagai pencegah (zawajir) karena sanksi akan mencegah orang-orang untuk melakukan tindakan dosa dan kriminal.

2.        Sebagai Penebus Dosa (Jawabir)
Sistem sanksi dalam Islam pun berfungsi sebagai penebus. Dikatakan sebagai penebus karena sanksi yang dijatuhkan akan menggugurkan sanksinya di akhirat kelak. Atas dasar itu, seseorang yang telah mendapat sanksi syariat di dunia, maka gugurlah sanksinya di akhirat. Dengan kata lain, dosa dari si pendosa akan hilang dengan diberikannya sanksi tersebut.

Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa Islam adalah agam yang tegas, bukan agama yang keras. Siapa pun pelaku dosa, maka ia berhak mendapat sanksi dari dosa yang ia perbuat.

Sanksi dibagi menjadi empat:
HuduudJinaayaat, Ta’ziir dan Mukhaalafaat. Terkadang, ke-empat istilah sanksi tersebut juga dipakai untuk istilah sesuatu yang dilanggar. Contohnya, kasus perzinaan dan sanksi untuk orang yang berzina dapat disebut sebagai Huduud.

1.        Huduud
Huduud adalah sanksi atas kemaksiatan yang sanksinya telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW. Dalam kasus huduud  tidak diterima adanya pengampunan, walaupun yang diberi sanksi itu adalah orang terhormat. Sebab, huduud adalah hak Allah SWT. Jika kasus huduud  telah disampaikan di majelis pengadilan, kasus itu tidak bisa dibatalkan karena adanya pengampunan atau kompromi.
Huduud dibagi menjadi enam :
(1) zina dan liwaath (homoseksual dan lesbian)         (4) pencurian
(2) al-qadzaf (menuduh zina orang lain)                     (5) murtad
(3) minum khamr                                                         (6) hirâbah atau bughât.  
(1.)   Zina dan Liwaath
·           Pelaku zina yang berstatus perjaka atau perawan (ghayru muhshan), dikenai hukuman cambuk sebanyak 100 kali.
·           Pelaku zina yang berstatus sudah mempunyai suami atau istri, janda atau duda, dikenai hukum rajam (dilempari batu hingga mati).
·           Pelaku homoseksual dan lesbian dikenai hukuman mati.


(2.)   Qadzaf
·           Pelaku qadzaf dikenai hukuman cambuk sebanyak 80 kali.

(3.)   Meminum Khamr
·           Peminum khamr dikenai hukuman cambuk sebanyak 40 kali, dan boleh lebih dari itu.

(4.)   Pencurian
·           Orang yang mencuri dikenai hukuman potong tangan, jika telah memenuhi syarat.
Jika pencuri tersebut mencuri karena kelaparan, mencuri barang milik umum dan jumlah barang yang dicurinya belum senilai dengan ¼ dinar, maka tidak boleh dipotong tangannya.

(5.)   Murtad
·           Pelaku murtad dikenai hukuman mati, apabila tidak mau bertaubat dan kembali masuk Islam.

(6.)   Hiraabah atau Bughaat (pembegalan, teror, memberontak)
·           Pelaku hiraabah dikenakan hukuman berdasarkan tindak kejahatannya.
Jika pelaku hiraabah hanya mengambil harta saja, maka hukumannya dipotong tangan kanan dan kaki kirinya.
·           Jika pelaku hiraabah hanya menebar teror dan ketakutan saja, maka dikenai hukuman pengasingan (dideportasi ke tempat yang jauh).
·           Jika pelaku hiraabah hanya melakukan pembunuhan saja, maka dikenai hukuman mati.
·           Jika pelaku hiraabah melakukan pembunuhan dan perampokan harta, maka dikenai hukuman dibunuh dan disalib.
·           Pelaku bughaat harus diperangi sampai pelaku bughaat kembali ke Islam atau kembali ke pangkuan Khilafah yang sah.
Hanya saja, perang melawan pelaku bughaat berbeda dengan perang melawan orang kafir. Perang melawan pelaku bughaat adalah perang yang bersifat edukatif, bukan jihad fi sabilillah. Oleh karena itu, pelaku bughaat tidak boleh diserang dengan senjata pemusnah massal, contohnya rudal, roket, dll.
Kecuali jika pelaku bughaat tersebut yang lebih pertama memakai senjata pemusnah massal, maka kita baru boleh memakai senjata tersebut untuk membela diri. Dan apabila pelaku bughaat itu melarikan diri dari perang, maka kita tidak boleh mengejarnya, dan harta mereka tidak boleh dijadikan sebagai ghaniimah (tidak boleh dibagi-bagikan).


2.        Jinaayaat

Jinaayaat adalah penyerangan terhadap manusia.
Jinaayaat dibagi menjadi dua :
(1)   penyerangan terhadap jiwa (pembunuhan)
ü  Pembunuhan disengaja
Pada kasus pembunuhan ini, pihak keluarga korban boleh memilih, anatara qishash (pelaku pembunuhan dihukum mati) atau mengambil diyat dari pelaku pembunuh.
Diyat yang harus dibayar oleh pelaku pembunuhan adalah sebanyak 100 ekor unta, yang 40 ekor diantaranya sedang bunting.
ü  Pembunuhan seperti disengaja (syibh al-‘amad)
Pada kasus pembunuhan ini, pelaku pembunuhan tidak boleh di qishash, melainkan hanya membayar diyat saja, dengan membayar diyat sebanyak 100 ekor unta, yang 40 ekor diantaranya sedang bunting.
ü  Pembunuhan tidak disengaja (khatha’)
Pada kasus ini pembunuhan ini, dibagi menjadi dua :
1.      Perbuatan yang tidak ditujukan untuk membunuh.
Contohnya, seseorang sedang berburu burung dengan panah, namun panah tersebut mengenai orang lain hingga meninggal.
Hukumannya adalah membayar diyat sebanyak 100 ekor unta dan harus membayar kafarah dengan cara membebaskan (memerdekakan) budak. Jika tidak memiliki budak, maka pelaku pembunuhan harus berpuasa selama 2 bulan berturut-turut.
2.      Seseorang yang membunuh orang yang dikira kafir, padahal orang yang dibunuh itu sudah masuk islam.
Hukuman unutk pelaku pembunuhan ini adalah dengan membayar kafarah saja, dan tidak wajib membayar diyat.
ü  Pembunuhan karena ketidak sengajaan.
Pada kasus pembunuhan ini, hukumannya adalah membayar diyat sebanyak 100 unta dan membebaskan budak. Jika tidak ada budak, maka wajib berpuasa 2 bulan berturut-turut.
(2)      penyerangan terhadap organ tubuh
Pada kasus ini, hukumannya adalah diyat, tidak ada qishash


3.        Ta’ziir

Ta’ziir adalah hukuman atas kemaksiatan yang didalamnya tidak kafarah.
Ta’ziir dibagi menjadi tujuh :
(1)   pelanggaran terhadap kehormatan                 (5) mengancam keamanan
(2)   penyerangan nama baik                                  (6) kasus yang berkenaan dengan agama
(3)   perbuatan yang dapat merusak akal               (7) kasus-kasus ta’ziir lainnya
(4)   penyerangan terhadap harta orang lain


4.        Mukhaalafaat

Mukhaalafaat adalah tidak mentaati ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik yang bersifat larangan maupun perintah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar